Mengalah bukan berarti kalah. Begitu filosofi yang banyak dipegang teguh orang-orang Jawa. Mengalah bukan berarti lari meninggalkan gelanggang pertarungan seperti seorang pengecut. Mengalah bagi orang Jawa, lebih menyelesaikan konflik yang terjadi. Orang Jawa memang cenderung memelihara sebuah harmoni dalam kehidupannya. Harmoni harus tetap dijaga keutuhannya.
Kalau ada sebuah konflik, maka mengalah tanpa harus merasa kalah menjadi jalan keluarnya. Dalam bahasa Jawanya, wani ngalah luhur wekasane—berani mengalah, menjadikan kita luhur pada akhirnya. Dengan begitu, orang yang melakukan hal ini akan diakui memiliki eksistensi yang baik.
Hal ini pula yang dilakukan Pambudi dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Pambudi yang jujur ini memang tidak pernah menyukai kelakuan Pak Dirga, Kepala Desa Tanggir. Sejak mencalonkan diri sebagai kepala desa, Pak Dirga memang sudah terkenal kebusukannya. Maka tak heran kalau koperasi desa menjadi tambang uang bagi Pak Dirga. Proyek pembangunan desa bisa disulap dengan mudahnya agar uangnya bisa masuk ke dalam kantong pribadi aparat busuk ini. Pak Dirga juga tak mau mengeluarkan uang koperasi bila ada anggota yang membutuhkan, juga
ketika Mbok Ralem ingin meminjamnya, dengan sejuta alasan yang telah dipersiapkan.
Pambudi merasa ia harus menolong Mbok Ralem. Maka dibawalah ibu tua ini ke Yogyakarta untuk berobat. Biaya berobat yang sangat besar bisa diakali Pambudi dengan memasang iklan di Harian Kalawarta. Kelak Pambudi akan bekerja di surat kabar ini setelah terusir dari Desa Tanggir.
DOWNLOAD & PREVIEW
Caution : Open Link in new tab to download
0 komentar