DOWNLOADSYNOPSISSepasang orangtua yang rambutnya telah memutih memandang dari ruang tamu ke jalan raya yang ramai oleh orang orang berbaju indah-indah dan baru. Berjalan kaki, berbendi atau bermobil sebagaimana tradisi setiap lebaran Idul Fitri. Keduanya memandang sambil bergoyang pelan di kursi goyang yang dipisahkan oleh meja kecil bardaun marmar Itali.
Rumah kedua orang tua itu bangunan kayu model lama yang berkolong tinggi. Bercat oker yang telah pudar warnanya. Kelihatan ganjil di antara sederetan bangunan bergaya terkini. Mungkin karena sudah terlalu biasa dalam pandangan penduduk kota kecil itu, tak terasa lagi ada keganjilan pada rumah itu. Setiap orang tahu siapa penghuninya. Yaitu Inyik Datuk Bijo Rajo dan Encik Jurai Ameh. Lazimnya orang menyebutnya Inyik dan Encik saja. Inyik dulunya seorang pejuang dan pernah menjadi gubernur. Menurut istilah lama yang kini terpakai lagi, mereka "dikaruniai" enam orang anak. Semua telah jadi orang terpandang di rantau. Pada hari tua yang sudah lama terpakai mereka tinggal dengan sepasang pembantu yang telah puluhan tahun bersamanya.
Pembantu yang laki-laki ialah paman Si Dali. Encik berkulit gelap dan bertubuh gemuk. Hampir tidak dapat bergerak seleluasa maunya. Dan Inyik berkulit cerah, tapi tubuhnya ceking. Keduanya sama mengenakan baju yang terindah, meski modelnya sudah kuno. Sambil bergoyang di kursinya sejak tadi Encik bicara sendiri tak henti- hentinya. Mengatakan apa yang lewat di kepalanya. Sedangkan Inyik berbuat yang sama. Dalam hatinya pula.
Caution : Open Link in new tab to download
0 komentar